CNG.online: - Jakarta Panitia Angket DPRD DKI Jakarta mempertanyakan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI 2015 yang sempit. Yaitu hanya memakan waktu empat hari untuk pembahasan sekitar 13.000 mata kegiatan dengan dokumen setebal 6.600 halaman.
Wakil Ketua Panitia Angket, Inggard Joshua, mengatakan alasan pembahasan RAPBD DKI 2015 dipercepat, padahal untuk pembahasan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2015 juga tidak terjadwal dengan baik.
“Kenapa dipercepat pembahasannya? Apalagi harus membuat nomor rekening itu membutuhkan waktu yang lama,” kata Inggard dalam rapat Panitia Angket di gedung DPRD DKI, Jakarta, Kamis (12/3).
Anggota Panitia Angket asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rois Hadayana, menduga percepatan waktu pembahasan untuk tidak memberikan peluang bagi DPRD membahas anggaran secara mendetail. Apalagi yang dibahas DPRD DKI bersama eksekutif selama empat hari tersebut merupakan anggaran yang sudah dikunci terlebih dahulu dalam e-budgeting atas Surat Edaran Sekda No. 2 tahun 2015 tertanggal 13 Januari 2015.
“Patut diduga seperti itu. Penyusunan anggaran di pusat dan daerah itu beda. Kalau di daerah, ada dua yang menyusun anggaran yaitu Pemda dan DPRD DKI. Jadi DPRD DKI punya hak budgeting. Hanya persoalannya sudah terbentuk mindset, DPRD DKI itu tak perlu dilibatkan. Makanya waktu pembahasan dipersempitlah, dan setiap usulan enggak dimasukin, karena sudah ada arahan, sudah dikunci,” kata Rois.
Anggota Panitia Angket dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Pantas Nainggolan menilai dalam penyusunan dan pembahasan APBD DKI 2015, ada unsur untuk melegitimasikan DPRD tidak berhak melakukan pembahasan APBD DKI. Padahal hak budget dewan sudah diatur dalam undang-undang.
“Sudah terlihat ada unsure untuk melegitimasikan dewan tak perlu turut dalam pembahasan anggaran. Lihat saja, KUA-PPAS dibahas hanya gelondongan saja. Lalu kita tidak masuk ke dalam satuan ketiga. Artinya, anggaran tidak dibahas secara rinci. Apakah memang ada unsure kesengajaan untuk melakukan penjebakan kepada DPRD,” ungkap Pantas.
Lalu Sekretaris Panitia Angket DPRD DKI asal Fraksi PKS menanyakan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta yang sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI, Saefullah, mengenai tindakan yang telah diungkapkan beberapa anggota dewan tadi mendapatkan arahan dari Gubernur.
“Apa ada arahan Gubernur berkenaan dengan tidak dibahasnya satuan tiga? Apakah ada arahan dari Gubernur untuk mempercepat pembahasan APBD DKI 2015? Tolong dijawab Pak Sekda,” ucap Nurdin.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Saefullah mengatakan perubahan jadwal pembahasan RAPBD DKI 2015 itu disepakati bersama dalam rapat badan musyawarah (Bamus) DPRD DKI dengan eksekutif.
“Saya ada dokumen hasil kesepakatan di Bamus. Yang menghantarkan kita terhadap perubahan jadwal pembahasan,” ujar Saefullah.
Menurutnya, pembahasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang disepakati. Bahkan RAPBD yang dikirim ke Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dalam bentuk pendapatan, belanja dan pembiayaan. Dan yang menjadi persoalan adalah lampiran belanja, karena ada perbedaan anggaran antara legislatif dan eksekutif.
“Saya sepakat dengan jadwal itu. Semua kita lakukan. Tidak ada yang kita lakukan. Proses rapat komisi memang sangat tidak maksimal. Mungkin karena kurang waktu. Saya punya rekaman rapat yang terjadi di Komisi A hingga E. Sifatnya normatif. Rekomendasi dewan pun normatif. Rekomendasi itu kita sertakan lampirannya dalam APBD yang kita kirimkan ke Kemdagri,”.
Wakil Ketua Panitia Angket, Inggard Joshua, mengatakan alasan pembahasan RAPBD DKI 2015 dipercepat, padahal untuk pembahasan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2015 juga tidak terjadwal dengan baik.
“Kenapa dipercepat pembahasannya? Apalagi harus membuat nomor rekening itu membutuhkan waktu yang lama,” kata Inggard dalam rapat Panitia Angket di gedung DPRD DKI, Jakarta, Kamis (12/3).
Anggota Panitia Angket asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rois Hadayana, menduga percepatan waktu pembahasan untuk tidak memberikan peluang bagi DPRD membahas anggaran secara mendetail. Apalagi yang dibahas DPRD DKI bersama eksekutif selama empat hari tersebut merupakan anggaran yang sudah dikunci terlebih dahulu dalam e-budgeting atas Surat Edaran Sekda No. 2 tahun 2015 tertanggal 13 Januari 2015.
“Patut diduga seperti itu. Penyusunan anggaran di pusat dan daerah itu beda. Kalau di daerah, ada dua yang menyusun anggaran yaitu Pemda dan DPRD DKI. Jadi DPRD DKI punya hak budgeting. Hanya persoalannya sudah terbentuk mindset, DPRD DKI itu tak perlu dilibatkan. Makanya waktu pembahasan dipersempitlah, dan setiap usulan enggak dimasukin, karena sudah ada arahan, sudah dikunci,” kata Rois.
Anggota Panitia Angket dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Pantas Nainggolan menilai dalam penyusunan dan pembahasan APBD DKI 2015, ada unsur untuk melegitimasikan DPRD tidak berhak melakukan pembahasan APBD DKI. Padahal hak budget dewan sudah diatur dalam undang-undang.
“Sudah terlihat ada unsure untuk melegitimasikan dewan tak perlu turut dalam pembahasan anggaran. Lihat saja, KUA-PPAS dibahas hanya gelondongan saja. Lalu kita tidak masuk ke dalam satuan ketiga. Artinya, anggaran tidak dibahas secara rinci. Apakah memang ada unsure kesengajaan untuk melakukan penjebakan kepada DPRD,” ungkap Pantas.
Lalu Sekretaris Panitia Angket DPRD DKI asal Fraksi PKS menanyakan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta yang sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI, Saefullah, mengenai tindakan yang telah diungkapkan beberapa anggota dewan tadi mendapatkan arahan dari Gubernur.
“Apa ada arahan Gubernur berkenaan dengan tidak dibahasnya satuan tiga? Apakah ada arahan dari Gubernur untuk mempercepat pembahasan APBD DKI 2015? Tolong dijawab Pak Sekda,” ucap Nurdin.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Saefullah mengatakan perubahan jadwal pembahasan RAPBD DKI 2015 itu disepakati bersama dalam rapat badan musyawarah (Bamus) DPRD DKI dengan eksekutif.
“Saya ada dokumen hasil kesepakatan di Bamus. Yang menghantarkan kita terhadap perubahan jadwal pembahasan,” ujar Saefullah.
Menurutnya, pembahasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang disepakati. Bahkan RAPBD yang dikirim ke Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dalam bentuk pendapatan, belanja dan pembiayaan. Dan yang menjadi persoalan adalah lampiran belanja, karena ada perbedaan anggaran antara legislatif dan eksekutif.
“Saya sepakat dengan jadwal itu. Semua kita lakukan. Tidak ada yang kita lakukan. Proses rapat komisi memang sangat tidak maksimal. Mungkin karena kurang waktu. Saya punya rekaman rapat yang terjadi di Komisi A hingga E. Sifatnya normatif. Rekomendasi dewan pun normatif. Rekomendasi itu kita sertakan lampirannya dalam APBD yang kita kirimkan ke Kemdagri,”.